"FTZ merugikan Kepulauan Riau.

Kamis, 29 September 2011 00:00
TANJUNGPINANG-Huzrin Hood, Ketua Badan Penyelaras Pembangunan Provinsi Kepri (BP3KR) ikut angkat bicara terkait pemberlakuan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK). Bagi Huzrin, pelaksanaan FTZ hingga saat ini lebih banyak mendatangkan kerugian ketimbang untung bagi Provinsi Kepri.

"FTZ merugikan Kepulauan Riau. Apa yang mau kita banggakan dengan status FTZ yang kita miliki sekarang? Jangankan investor mau masuk yang sudah ada saja banyak yang mau hengkang. Jika kondisi yang ada sekarang ini tidak segera mendapatkan regulasi yang jelas, sebenarnya Kepri bisa lebih maju tanpa status FTZ," kata Huzrin kepada wartawan di Kota Tanjungpinang, Rabu (28/9).

Huzrin mengatakan banyaknya persoalan dalam pelaksanaan FTZ saat ini telah membuat citra Kepri, khususnya BBK, buruk di mata investor. Kepri semakin dirugikan lagi karena telah mengeluarkan dana yang cukup besar untuk menjalankan FTZ.

"Jika untuk menyediakan fasilitas satu kawasan (FTZ) Rp4 miliar maka untuk 3 kawasan (FTZ BBK) menghabiskan Rp12 miliar setahun. Selama 4 tahun (FTZ dijalankan) berarti telah menghabiskan Rp48 miliar, sementara output-nya hingga kini tak jelas. Coba anggaran tersebut digunakan untuk program ekonomi kerakyatan pasti akan lebih terasa hasilnya," ujar Ketua Tim Asistensi Bidang Kesra Pemerintah Kepri itu.

Huzrin Hood mengajak pemerintah berpikir realistis setelah mengevaluasi pelaksanaan FTZ selama 4 tahun terakhir. Selama ini, kata dia, pemerintah selalu membeberkan kepada publik terkait rencana investor yang akan menanamkan modal di FTZ BBK. "Pemerintah jangan terlalu banyak bermimpi memasukkan investor. Mempertahankan investor yang ada saja sulit, apalagi memasukan investor yang baru," ujarnya.

Menurut dia, pelaksanaan FTZ BBK juga mengurangi pendapatan daerah karena sejumlah pajak tidak diberlakukan.

Jika FTZ tetap dipertahankan, Huzrin meminta pemerintah pusat serius untuk menjalankannya. Ia antara lain meminta pemerintah pusat segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Sebab, kata dia, tanpa merevisi PP tersebut mustahil investor akan mau berinvestasi di Kepri karena mereka tidak memperoleh kemudahan seperti yang diberikan kawasan ekonomi khusus di negara lain. "Jika masih tetap berharap dari FTZ, maka PP No 2 harus segera direvisi serta peraturan lain yang menghambat pelaksanaan FTZ. Karena tanpa itu, mustahil FTZ akan berjalan sebagaimana mestinya," pungkas Huzrin.

Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Batam periode 2000-2004 Taba Iskandar juga berpendapat penerapan FTZ BBK belum membuahkan hasil apa-apa bagi daerah ini. Padahal, anggaran yang dihabiskan oleh pejabat pemerintah pusat dan daerah serta anggota DPR RI dan DPRD untuk keperluan FTZ sudah mencapai ratusan miliar.

"Perjuangan FTZ Batam sudah dilakukan sejak tahun 1999 dulu, sejak saya masih di DPRD Batam. Tetapi apa yang terjadi sekarang, begitu FTZ ditetapkan di BBK, tidak ada hasilnya. Regulasi FTZ ini tak jelas, wajar bila Walikota Batam Ahmad Dahlan mengatakan FTZ tidak membawa banyak dampak terhadap investasi di Batam. Karena kondisinya memang begitu," ujar Taba usai mengikuti upacara bendera dan syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Kepri ke-9 di Dataran Engku Puteri, Batam Centre, Jumat (23/9) lalu.

Menurut Taba, hingga kini pelaksanaan FTZ masih abu-abu di tiga wilayah Provinsi Kepri tersebut. Penyebabnya tidak lain karena pemerintah pusat masih setengah hati menjadikan BBK sebagai kawasan FTZ. "Saya sudah katakan sejak dulu, jangan terlalu bangga dulu dengan status FTZ kita, karena belum jelas pelaksanaannya. Pemerintah tidak sepenuh hati. Takutnya hanya tipuan sesaat, dan itu terbukti," ujar Taba.

Karena itu, lanjut Taba, semua pihak harus bersama-sama membicarakan masalah yang terjadi saat ini ke pemerintah pusat dan mendesak pemerintah pusat untuk memperjelas regulasi FTZ di Batam. "Sudah terlalu lama FTZ ini seperti sapi ompong, tak ada gigi, kemandirian tidak ada. Mau dibawa kemana FTZ ini, apakah hanya akan seperti ini saja. Untuk mengubahnya, dan menjadikan BBK sebagai kawasan FTZ yang memiliki daya saing, mari kita bersama-sama perjuangkan ini ke pemerintah pusat, desak pemerintah pusat," ujar Taba.

Dalam pertemuan dengan Gubernur Kepri HM Sani di Hotel Novotel, Selasa (27/9), para pengusaha juga mengakui pelaksanaan FTZ hingga kini belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih banyak persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan FTZ, terutama soal regulasi yang tidak jelas, sehingga instrumen ini belum bisa diandalkan sebagai daya tarik BBK untuk menjaring investor. "UU FTZ sampai sekarang belum mampu menjadi pemikat investor untuk datang ke Batam. Malah, kita yang memiliki UU FTZ kalah dibandingkan Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Ini menjadi bukti bahwa UU FTZ yang satu-satunya di Batam ternyata tidak menjadi daya tarik," ujar Ketua Kadin Kepri Johannes Kennedy Aritonang yang hadir dalam pertemuan itu. (rul/pti)
Diliris dari Koran harian Haluan Kepri.

Komentar